Modernis.co, Jakarta – Penyebaran Islam di Nusa Tenggara Timur merupakan hasil dari interaksi budaya, perdagangan, dan hubungan politik yang terjadi antara wilayah ini dengan dunia Muslim sejak abad ke-15. Pada periode awal penyebaran Islam, agama ini umumnya melalui masyarakat pesisir, terutama di pulau Flores dan Timor.
Pengaruh Islam juga mulai merambah ke pedalaman melalui jaringan perdagangan dan pernikahan antara penduduk pesisir dan penduduk pedalaman. Perkembangan Islam di NTT terkait dengan peran ulama dan pedagang Muslim yang membawa ajaran agama ini, mereka berperan penting dalam menyebarkan agama Islam. Pada konteks kehidupan sosial budaya, Islam di NTT mengalami sankrisme dengan kepercayaan tradisional dan adat istiadat.
Hal ini menghasilkan variasi dalam praktik keagamaan di wilayah NTT, dengan adanya elemen-elemen budaya lokal yang terintegrasi dalam praktik keagamaan Islam. Secara keseluruhan, penyebaran Islam di NTT terjadi melalui proses yang panjang dan kompleks.
Melalui karya tulis ilmiah ini diharapkan bisa diperoleh pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana penyebaran agama Islam di NTT, faktor, dampak, dan solusi agar agama Islam dapat di terima oleh masyarakat setempat.
Masuknya agama Islam ke Nusa Tenggara Timur merupakan pembahasan yang sedikit sekali diteliti oleh para peneliti. Penyebabnya adalah masuknya agama Islam di Jawa berbeda dengan masuknya Islam di daerah bagian timur salah satunya Nusa Tenggara Timur. Masuknya Islam ke bagian timur dilewati oleh beberapa penjabaran yang menimbulkan faktor tersebarnya Islam hingga menimbulkan dampak serta munculnya solusi bagi masyarakat timur.
Masuknya agama Islam lewat penjabaran yakni diketahui oleh beberapa poin di antaranya yang pertama melewati para pedagang yang berhasil masuk dengan niat menyebarkan Islam kepada masyarakat. Tempat pertama yang berhasil dimasuki oleh para pedagang yakni daerah Solor yang bertempat di Pulau Flores, kemudian menyebar ke berbagai pulau-pulau yang berada di Nusa Tenggara Timur (NTT), lalu diikuti dengan cara penyiaran lain hingga Nusa Tenggara Timur (NTT) berhasil diduduki oleh para penyebar agama Islam.
Keberhasilan tersebut ditandai dengan banyaknya pendirian masjid hingga sekolah-sekolah Islam, serta bertambahnya jumlah masyarakat Islam yang ada di Nusa Tenggara Timur (NTT). (kemendikbud, 2018).
Fakta sejarah menunjukan bahwa pendatang yang bertujuan untuk berdagang juga menimbulkan terjadinya penyebaran Islam di bagian timur Indonesia. Selain itu, penyebaran Islam di Nusa Tenggara Timur juga merupakan implikasi dakwah di Jawa dan beberapa pulau barat lainnya, sebagai bentuk sentral dakwah zaman dahulu.
Sekitar abad XV hingga XVI banyak kerajaan timur yang berdiri di bagian timur Indonesia yang dipelopori oleh para mubaligh Islam dengan sebutan Wali Songo atau Sembilan Wali. Kerajaan-kerajaan yang berhasil masuk ke bagian timur Indonesia atau Nusa Tenggara Timur antara lain: kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan, kerajaan Ternate di Maluku, kerajaan Lombok, Sumbawa, Bima di Nusa Tenggara Barat.
Para ulama yang menyebarkan Islam ini dikabarkan belajar langsung oleh para sunan-sunan Sembilan wali tersebut. Dari hal tersebut kerajaan-kerajaan Islam mampu menanamkan pengaruhnya di beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur, di antaranya pulau Flores bagian barat, timur, hingga pulau Alor.
Berikutnya Islam masuk ke Nusa Tenggara Timur disebabkan oleh beberapa simbol peninggalan yang menandakan bahwa adanya bukti penyebaran Islam di bagian timur Indonesia, dengan adanya Al-Qur’antua, bangunan-bangunan masjid tua hingga munculnya seni dan budaya yang merupakan salah satu bentuk penyebaran. Dari hal tersebut juga membentuk adanya dampak-dampak dari keberhasilan penyebaran di nusa tenggara timur.
Dampak tersebut diantaranya antara Islam dengan seni dan budaya, seni dan budaya tradisional hingga seni dan budaya Islam . Hal tersebut muncul dengan sendirinya karena adanya keberhasilan sehingga masyarakat di nusa tenggara timur juga ikut ambil alih dengan penyesuaian hingga hadirnya solusi-solusi untuk masa depan yang berkembang sampai detik ini.
Penjabaran Keberhasilan Penyebaran Islam di Nusa Tenggara Timur
Agama Islam yang masuk ke bagian timur lebih dahulu ke wilayah nusa tenggara timur, namun diawali dengan adanya agama katolik serta protestan. Awalnya Islam masuk melewati daerah-daerah pantai sekitar pulau-pulau kecil yang ada di Nusa Tenggara Timur diawali oleh pulau Solor dan sekitarnya Islam berhasil masuk yang di bawah oleh para mubaligh serta raja-raja kerajaan dari Ternate, Makassar, Bugis, Jawa, Bima serta Minangkabau.
Para perintis Islam yang masuk ke berbagai pulau di Nusa Tenggara Timur mereka belajar dan berguru dengan para sembilan wali atau biasa dikenal dengan Wali Songo. Akan tetapi hal ini berbeda tanggapan dengan masyarakat timur yang menyatakan bahwa masuknya islam di berbagai pulau yang berada di Nusa Tenggara Timur lewat para saudagar atau para pedagang jadi wajar saja kalau kemudian menyebar dari pelabuhan-pelabuhan strategis yang banyak dikunjungi oleh para pedagang Islam dari luar, dan Solor menjadi tempat peristirahatan yang sangat strategis karena memiliki bandar atau pelabuhan penting bagi kapal yang menunggu angin sebelum menuju daerah-daerah yang berada di Nusa Tenggara Timur lainnya.
Keberhasilan penyebaran Islam pertama di Nusa Tenggara Timur di bawah oleh pedagang yang berasal dari Palembang yang bernama Syahbudin bin Salman Al-Faris yang kini dikenal sebagai Sultan Menanga beliau berhasil masuk dengan niat menyebarkan Islam kepada masyarakat.
Pendekatan yang digunakan oleh perintis penyebaran Islam dari Palembang ini adalah pendekatan secara kekeluargaan dan mengandalkan tokoh-tokoh lokal terkemuka. Misalnya di Solo, Syahbudin menikahi seorang putri raja Sangaji Dasi. Kemudian Sang raja menjadi orang pertama yang memeluk Agama Islam di Nusa Tenggara Timur dan diikuti oleh anggota keluarganya. Ini berarti, berkat dari pengaruh Sangaji Dasi, keluarga dan pengikutnya dengan mudah memeluk Islam.
Bahkan, untuk mengembangkan Islam di Solor, Sultan Menanga ini ditempatkan di perbatasan antara kerajaan Lamakera dan Lohayong dan berhasil membangun desa Muslim pertama di Menanga. Dari sana, Islam menyebar ke daerah lain, seperti Alor, seluruh Flores, Timor, dan Sumba. Lalu diikuti dengan cara penyiaran lain hingga Nusa Tenggara Timur (NTT) berhasil diduduki oleh para penyebar agama Islam.
Keberhasilan tersebut ditandai dengan banyaknya pendirian masjid hingga sekolah-sekolah Islam, serta bertambahnya jumlah masyarakat Islam yang ada di Nusa Tenggara Timur (NTT). Selain keberhasilan penyebaran Islam yang menyeluruh di Nusa Tenggara Timur, pulau Alor yang merupakan lokasi penempatan Al-Qur’antua juga termasuk bagian dari Nusa Tenggara Timur ini memiliki sisi keberhasilan ditandai dengan salah satu ikonik berupa Mushaf Al-Qur’an tertua di Asia Tenggara, yang memiliki makna dan sejarah mendalam antara dua pulau yang berbeda yakni pulau Ternate dan Pulau Alor yang berhasil menjadi saudara. (Pana, 2022).
Penyebaran Islam tersebut dikatakan berhasil karena salah satu penyebar agama Islam berhasil menikahi putri raja Alor yaitu raja kerajaan Bunga bali dan memberikan keturunan sebagai generasi penerus untuk menjaga dan mengenalkan sejarah tertua pada dunia yakni adanya Al-Qur’an tertua dari kulit kayu asli. Keberhasilan lain dari penyebaran Islam di Pulau Alor juga dapat dilihat dengan meningkatnya jumlah muslim yang ada di pulau tersebut khususnya pesisir pulau Alor.
Faktor Al-Qur’an Tua di Alor Besar Menjadi Simbol Penyebaran Agama Islam di Nusa Tenggara Timur
Sebagai Sultan Ternate, Sultan Bayanullah (1500-1522) mengirimkan ekspedisi ke negeri-negeri sebelah barat Ternate untuk menyebarkan Islam. Perahu Tumaninah yang membawa rombongan lima Gogo yaitu Ilyas Gogo, Iang Gogo, Djou Gogo, Boi Gogo dan Kimalis Gogo dari Ternate ke selatan dan barat melintasi Laut Banda dan berlayar untuk melakukan penyebaran agama Islam melewati perairan utara Pulau Alor. Karena kehabisan perbekalan selama perjalanan, mereka memutuskan untuk berhenti di sebuah tanjung di wilayah barat laut Pulau Alor, yaitu Fetalei (Tanjung Bota, sekarang desa Alila), untuk mencari sumber air minum. (Pana, 2022).
Kemudian lima bersaudara ini melanjutkan perjalanannya ini dimulai dari pulau Pantar (Balagar) dan berlanjut ke desa Tuabang. Di Tuabang inilah mereka memutuskan untuk berpisah dan masing-masing membawa Al-Qur’an (yang terbuat dari kulit kayu) dan pisau untuk menyunat, sebagai bekal untuk menyebarkan agama Islam.
Berikut adalah tujuan lima bersaudara itu ketika berpisah: (1) Ilyas Gogo menetap di Tuabang, salah satu desa di daerah Alor bagian Timur; (2) Iang Gogo ke Alor Besar (tempat dimana Al-Qur’anyang ditulis dengan tinta hitam dan ditulis di atas kulit kayu yang dipelihara dengan baik hingga saat ini); (3) Djou Gogo ke Baranusa, Alor Bagian Barat; (4) Boi Gogo ke Pulau Adonara (Lamahala) Flores Timur; dan (5) Kimalis Gogo ke Kui (Lerambaing) Kecamatan Alor Barat Daya.
- baca juga: Ancaman Masa Depan Islam Indonesia
Kemudian ketika sedang berada didalam perjalanan, mereka berkesempatan singgah di sebuah wilayah kecil yang kini disebut desa Aimoli, tempat tinggal Raja Baololong I. Mereka menjalin hubungan persaudaraan dengan Raja Baololong. Kepercayaan terhadap benda-benda keramat yang mereka gunakan sebagai tempat untuk berdiskusi, meminta dan memohon. Kepercayaan animisme dan dinamis ini telah ada selama berabad-abad di masyarakat setempat.
Sejak pertama kali kedatangan Iang Gogo di Alor Besar, agama Islam mulai menyebar di Kabupaten Alor.Iang Gogo mempersembahkan sebuah Al-Qur’an dari kulit kayu kepada Raja Baololong II, sembari melakukan kegiatan keagamaan sebagai pengajar agama Islam kepada masyarakat seperti memberikan ilmu pengetahuan tentang Al-Qur’an, mengajarkan tata cara sholat lima waktu, puasa, zakat, cara berakhlak yang baik dan benar, dan melakukan khitan (sunat). Selanjutnya Iang Gogo menikahi seorang putri bangsawan yaitu anak dari Raja kerajaan Bunga Bali dan memberikan al-qur’an untuk diberikan kepada keturunannya yang kini disimpan di rumah keturunan Iang Gogo yang ke-14 yaitu Nurdin Gogo.
Pada saat ini Al-Qur’an tua tersebut masih berada di rumah Nurdin Gogo dan belum ada rencana dari Kementrian Agama untuk menempatkan Al-Qur’an tersebut di museum namun Kementerian Agama telah menetapkan lokasi rumah tersebut sebagai situs bersejarah karena merupakan salah satu bentuk peninggalan penyebar Agama Islam di Nusa Tenggara Timur yang kini tempat tersebut telah dibuka bagi khalayak umum tetapi hanya untuk dilihat tidak diperbolehkan bagi pengunjung untuk menyentuhnya hanya orang-orang tertentu saja yang boleh menyentuhnya hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan pada Al-Quran tua tersebut.
Dampak Penyebaran Agama Islam di Nusa Tenggara Timur
Masuknya Islam ke Nusa Tenggara Timur dianggap sebagai agama PKI, karena beberapa orang takut Islam akan membawa dampak dan peng negatif bagi masyarakat.
Sejak awal, ketika Islam masuk ke Nusa Tenggara Timur, Islam tidak secara terang-terangan membatasi atau menghilangkan adat istiadat kuno yang telah dianut oleh masyarakat secara turun-temurun sebelum Islam masuk. Dalam kesehariannya, masyarakat Nusa Tenggara Timur melakukan ritual-ritual untuk memuliakan arwah nenek moyang mereka, yang dipercaya dapat memberikan dampak positif berupa keberkahan bagi masyarakat yang memujanya.
Dari uraian di atas, kita dapat memahami bahwa kepercayaan terhadap leluhur sudah mendarah daging pada penduduk Nusa Tenggara Timur pada saat itu. Kepercayaan yang sudah mendarah daging ini tampaknya sulit untuk dihilangkan. Hal ini dikarenakan bentuk kepercayaan seperti itu merupakan isi dari kearifan lokal (Kaltsum, 2020).
Kearifan lokal merupakan pengetahuan lokal yang telah menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya, serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dipegang teguh sejak lama, meskipun kearifan lokal sering dianggap bertentangan. Kearifan lokal, di sisi lain, mengandung nilai-nilai positif sebagai wujud dari terbukanya dialog agama yang berbeda. Sistem kepercayaan masyarakat Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa agama-agama yang berbeda, termasuk Katolik, Protestan dan Islam, disatukan oleh tradisi budaya yang ada (Kaltsum, 2020).
Secara umum, pengaruh sistem kepercayaan merupakan hal yang wajar dan normal, setiap suku bangsa, khususnya di Nusa Tenggara Timur, meskipun sudah berpindah dari agama suku ke agama resmi, tetap dipengaruhi oleh tradisi atau agama asli yang dianut sebelumnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh-pengaruh tersebut seringkali menimbulkan masalah dan ketegangan ketika bersentuhan dengan Islam.
Dampak Penyebaran Agama Islam Terhadap Seni dan Budaya
Islam mengajarkan bahwa tatanan sosial akan terjaga jika aturan Syariah diterapkan, karena aturan ini bertindak sebagai penjaga tatanan sosial. Ketika hukum agama Islam (Syariah) diintegrasikan ke dalam hukum adat, maka terbentuklah konsep Adam Kamma dalam masyarakat Nusa Tenggara Timur.
Kamma adalah aturan Tuhan yaitu tradisi, yang diintegrasikan ke dalam Adam. Syariah dimasukkan sebagai salah satu elemen dan disosialisasikan untuk berbagai lapisan masyarakat pemeluknya, termasuk aturan budaya, terutama pernikahan (akad nikah), aqiqah, khitanan, faraid (hukum waris), dan sebagainya. Islam telah mempengaruhi pola budaya masyarakat Nusa Tenggara Timur.
Unsur budaya masyarakat Nusa Tenggara Timur dapat disesuaikan dengan Islam. Nilai-nilai tradisional ini terus berlanjut dan diselaraskan dengan nilai-nilai Islam. Tradisi yang tidak bertentangan dengan Islam dipertahankan, dengan tetap memasukkan nilai-nilai Islam yang lebih penting strategi undangan ini diadopsi dari Walisongo. (Fahridin, 2020).
Dampak Penyebaran Agama Islam Terhadap Seni dan Budaya Tradisional
Pada kesenian tradisional masyarakat Nusa Tenggara Timur, seperti lego-lego (dar), yang merupakan kegiatan kesenian yang dilakukan secara bersama-sama (kelompok/suku) dengan membentuk lingkaran, bergandengan tangan dan melantunkan syair-syair yang diiringi dengan irama musik tradisional (gong dan gendang).
Ketika kita melihat bentuk kesenian ini, kita akan melihat adanya pola pembagian kesukuan atau keluarga di dalam lingkaran tersebut, atau lebih tepatnya dapat dikatakan sebagai pola pendekatan muhrim. Setiap orang yang masuk ke dalam lingkaran harus berasal dari suku yang sama atau keluarga dekat (muhrim) dan dilarang keras untuk melewati batas-batas kesukuan di dalam lingkaran. Ada penerapan hukum Syariah yang nyata dalam seni ini.
Dampak Penyebaran Agama Islam Terhadap Seni dan Budaya Islam
Selain budaya tradisional terdapat juga seni budaya Islam, salah satunya adalah barjanji (seni ini berisikan shalawat dan pujian-pujian kepada Nabi dan kepada Allah), syair-syair yang dilantunkan berisikan dakwah, seni musik rebana, gambus, seni suluk, bacaan shalawat. Perkembangan kesenian ini dapat disesuaikan dengan masa dimana pendukungnya hidup.
- baca juga: Aliran Islam Indonesia
Hal ini terlihat pada acara pesta pernikahan, aqiqah, sunnah, dan silaturahmi yang diadakan pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha. Setiap suku mengucapkan selamat kepada suku lainnya dan membacakan salam Nabi secara bersama-sama untuk suku yang akan diberi selamat. (Fahridin, 2020).
Solusi mengatasi masyarakat Nusa Tenggara Timur yang menolak masuknya Islam di Nusa Tenggara Timur
Solusi mengatasi masyarakat NTT yang menolak masuknya Islam dibagi menjadi dua dinamika waktu:
Masa Lampau
Pada masa ini terdapat dua perdebatan yang sulit ditentang yakni kepercayaan terhadap dinamisme dan animisme, hal inilah yang menyebabkan ditolaknya Islam masuk ke NTT. Dua kepercayaan ini dianggap akan hilang jika Islam masuk ke NTT, kepercayaan ini juga telah mendarah daging sehingga sulit untuk ditentang.
Bentuk kepercayaan dinamisme dan animisme ini adalah bentuk kearifan lokal, berupa pengetahuan lokal yang sudah menyatu dengan sistem norma, kepercayaan, budaya, serta diekspresikan dan diimplementasikan dalam tradisi dan mitos yang dianut cukup lama.
Kearifan lokal ini dianggap bertentangan akan tetapi memiliki dampak positif yakni dengan adanya sistem kepercayaan seluruh agama dapat berdialog dengan tradisi dan budaya yang ada termasuk Islam yang diterima namun dengan ketentuan tidak merubah kearifan lokal tersebut (Kaltsum, 2020).
Masa Kini
Pada saat ini solusi yang diimplementasikan oleh para penyuluh agama sehingga Islam bisa diterima oleh masyarakat NTT walaupun adanya penolakan adalah perpanjangan tangan oleh penyuluh agama dan beberapa kementrian agama untuk saling hidup bertoleransi dan menerima satu sama lain tanpa adanya perbandingan antara agama satu dengan yang lainny hal ini dilakukan di tengah-tengah masyarakat NTT.
Kementerian agama juga sempat melakukan silaturahmi, bertatap muka dengan penyuluh agama Islam dan non Islam , hal berperan sebagai penyambung lidah kepada masyarakat melalui kegiatan bimbingan serta acara-acara seni adat-istiadat yang dapat menyatukan masyarakat NTT. Solusi inilah yang bertahan hingga kini dan berhasil membuat masyarakat hidup saling toleran dalam masalah agama serta hidup berdampingan. NTT juga berhasil dikenal sebagai daerah yang tinggi akan toleransinya. (Stefan Y Baghi, 2020).
Kesimpulan
Agama Islam yang masuk ke bagian timur lebih dahulu ke wilayah Nusa Tenggara Timur, namun diawali dengan adanya agama katolik serta protestan. Awalnya Islam masuk melewati daerah-daerah pantai sekitar pulau-pulau kecil yang ada di Nusa Tenggara Timur diawali oleh pulau Solor dan sekitarnya.
Islam berhasil masuk yang di bawah oleh para mubaligh serta raja-raja kerajaan dari Ternate, Makassar, Bugis, Jawa, Bima serta Minangkabau. Para perintis Islam yang masuk ke berbagai pulau di Nusa Tenggara Timur mereka belajar dan berguru dengan para sembilan wali atau biasa dikenal dengan Wali Songo. Masuknya agama Islam ke Nusa Tenggara Timur juga merupakan pembahasan yang sedikit sekali diteliti oleh para peneliti.
Penyebabnya adalah masuknya agama Islam di Jawa berbeda dengan masuknya Islam di daerah bagian timur salah satunya Nusa Tenggara Timur. Masuknya Islam ke bagian timur dilewati oleh beberapa penjabaran yang menimbulkan faktor tersebarnya Islam hingga menimbulkan dampak serta munculnya solusi bagi masyarakat timur.
Islam sempat mendapat penolakan namun dapat diterima oleh masyarakat terdahulu di Nusa Tenggara Timur, akan tetapi dengan persyaratan tidak adanya perubahan pada adat istiadat yang telah dianut lama oleh para pendahulu sebelum masuknya Islam ke Nusa Tenggara Timur. Kini Islam dan masyarakat timur hidup berdampingan beserta agamanya masing-masing dan sangat menjunjung toleransi serta hidup berdampingan tanpa membeda-bedakan agama.
Oleh: Putrinurfitri Mooy, Mahasiswa, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang
Daftar Pustaka
Fahridin, Ali. 2020. Masjid Lerabaing: Kearifan Lokal dan Sejarah Penyebaran Islam di Nusa Tenggara Timur. Kemenang.go.id
kemendikbud. 2018. Sejarah Daerah Nusa Tenggara Timur. proyek penelitian dan pencatatan kebudayaan daerah departemen pendidikan dan kebudayaan.
Mardjuki, Magang, Sejarah Pergerakan Rakyat di Kabupaten Alor, Skripsi FK Undana, jurusan Sejarah, Kupang, 2022.
Laporan Penelitian, Animisme Sebagai Sasaran Pembinaan Potensi Lembaga Keagamaan di NTT, Penelitian Agama Daerah NTT. Kupang 2022.
Koentjaraningrat, Prof. Dr. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan, 2018.
Diakses dalam skripsi uin pada 17 Juni,2023,https://bz69elzam.blogspot.com/2008/07/peranan-syara-dalam-perkembangan-islam.html#!
Uinsgd.ac.id. 2023. wawancarai Pak Rajab, salah satu tokoh yang menceritakan tentang masuknya Islam di Alor. Dalam skripsi UIN.
Kaltsum, Lilik Ummi, and M. Najib Tsauri. “Kepercayaan Animisme dan Dinamisme dalam Masyarakat Muslim Nusa Tenggara Timur.” (2020).
Pana, S. J. (2022). Sejarah Islamisasi di Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur (Doctoral dissertation, UIN Sunan Gunung Djati Bandung).
Stefan Y Baghi , 2020. Penyuluh Agama Ile Ape dan Ile Ape Timur Diberikan Tips Pembinaan. Kemenag.go.id